Kamis, 08 November 2018

Cinta Kasih dan Manusia Terhadap Makhluk Hidup


Keseharian Bocah Nursaka, Sekolah di Indonesia lalu Bantu Ayah Cari Kaleng Bekas di Malaysia





“Kalau kamu mau jadi orang, kamu harus belajar yang rajin, jangan malas, harus sekolah, supaya enggak seperti bapakmu ini...” Kalimat itu terlontar dari Darsono, pria kelahiran Banyuwangi tahun 1965, saat menasehati putra pertamanya, Nursaka, sore itu. Dialah yang selalu memberi motivasi kepada sang anak untuk meraih cita-cita di masa mendatang. Setiap pagi, Darsono selalu membantu Saka, panggilan putra pertamanya yang baru berusia 8 tahun itu, untuk mempersiapkan segala sesuatu sebelum mengantar dan menemaninya hingga mendapat tumpangan menuju border perbatasan Indonesia-Malaysia.

Darsono memboyong istrinya ke Tebedu sejak Nursaka lahir. Sebelumnya, keluarga ini tinggal dan memiliki usaha rumah makan di daerah Entikong. Tempat usahanya itu menumpang di rumah milik saudara Darsono. Namun, usaha mereka tak berlangsung lama karena bangkrut akibat bon utang dari pelanggan yang membuat perputaran modal usaha menjadi terhambat.

Rumah yang ditempati Darsono memiliki ukuran sekitar 8x6 meter dengan 4 ruang di dalamnya. Dua ruangan difungsikan sebagai kamar, satu ruangan untuk ruang keluarga, sementara satu ruang lainnya difungsikan untuk dapur dan kamar mandi. Di situ mereka tidak dikenakan sewa rumah. Mereka hanya perlu membayar tagihan listrik dan air. Di belakang rumah deret itu, terhampar kebun dengan luas sekitar setengah hektar yang menjadi mata pencaharian Darsono sehari-hari. Tanah itu milik adiknya, yang dia pinjam secara gratis untuk digarap. Aneka tanaman sayuran seperti cabe, terong, kacang, dan sayuran lainnya ada di kebun yang memiliki kontur berbukit itu.

Selain berkebun, Darsono juga memelihara ternak seperti ayam, bebek dan kelinci. Dari hasil menjual hasil kebun itulah, Darsono menghidupi keluarga dan membiayai anaknya sekolah. Saka mulai bersekolah di Entikong sejak TK. Saat itu, setiap hari Darsono dan istrinya, Julini,  bergantian menemani anaknya berangkat hingga pulang sekolah bolak-balik melintasi perbatasan. Mereka menyekolahkan Saka di Entikong karena kemudahan untuk mendapatkan akses pendidikan seperti warga Indonesia lainnya. Pasalnya, banyak syarat khusus yang harus dipenuhi untuk menyekolahkan Nursaka di Tebedu daripada di Tanah Air. “Waktu itu Saka masih kecil, baru 5 tahun, gak berani dilepas sendirian, takut kenapa-kenapa di jalan. Maklum lah, anak masih belum tahu apa-apa kan,” ujar Darsono. 

Mereka lalu singgah di setiap tempat sampah yang ditemui untuk mencari kaleng bekas minuman. Nursaka dan adiknya selalu bersemangat mengumpulkan kaleng-kaleng bekas itu. Kaleng-kaleng itu nantinya akan dijual ke pengepul yang datang dari Kuching setiap beberapa bulan sekali. Hasil dari penjualan kaleng itu kemudian ditabung Nursaka di sebuah celengan plastik berbentuk ayam berwarna biru yang dimilikinya sejak kecil.

Aktivitas berkeliling dan mengumpulkan kaleng setiap sore merupakan salah satu upaya Darsono supaya anaknya tidak jenuh di rumah. “Saya memberi motivasi kepada anak-anak untuk mewujudkan keinginan mereka dengan cara menabung. Misalnya mereka ingin membeli sesuatu, kayak sepeda atau lainnya, saya tanamkan semangat menabung itu. Mereka pun semangat mengumpulkan kaleng-kaleng bekas itu,” ujar Darsono

Saka merupakan sosok anak yang gemar menabung. Setiap kali mendapatkan uang, entah itu dari hasil menjual kaleng atau diberi oleh orang-orang seperti petugas imigrasi atau polisi yang mencarikannya tumpangan untuk pulang saat di PLBN, uang itu selalu dia tabung. “Uangnya untuk bantu biaya kuliah kakak. Nanti kalau kakak sudah kerja, bisa gantian biayai saya sekolah,” ujar Saka polos. Pasalnya, uang yang ditabungnya sejak usia dua tahun dalam celengan, pernah dibongkar dan digunakan sang ayah untuk membantu biaya perkuliahan kakaknya yang berada di kabupaten Jember, Jawa Timur.



Nursaka (8), bocah SD asal Indonesia yang melintasi perbatasan Indonesia-Malaysia setiap hari demi bersekolah. Dia tinggal bersama keluarganya di di Tebedu, Malaysia, dan berangkat ke sekolah setiap hari di Entikong, Indonesia. Di luar jam sekolah, Nursaka membantu ayahnya mengumpulkan kaleng bekas atau merawat ayam peliharaan.


Tak hanya mencari kaleng, Saka dan adiknya juga selalu ikut membantu sang ayah di kebun belakang rumah mereka. Entah itu hanya sekedar memberi makan ayam, memasukkan ayam ke dalam kandang saat sore tiba, atau memberi makan kelinci dan mengumpulkan telur bebek. “Setiap hari ya begini ini, kecuali hujan atau mereka sedang sakit,” ungkap Darsono. Setiap Saka tiba di rumah pulang dari sekolah siang hari, sang ayah selalu menyuruhnya untuk istirahat dan tidur siang. Untuk mengerjakan PR dari sekolah, biasanya dilakukan Saka di sela menunggu tumpangan mobil di PLBN Entikong atau saat tiba di rumah.

Keseharian Nursaka yang tiap hari bolak-balik untuk bersekolah melintasi perbatasan bukannya tak menjadi bahan pemikiran bagi Darsono. Dia berharap, kelak apabila sudah terkumpul uang dan bisa memiliki lahan di Entikong, bisa kembali ke Indonesia dan pulang memboyong keluarganya. “Supaya tidak was-was lagi setiap hari Saka berangkat ke sekolah ditumpangkan (menumpang) kendaraan orang menuju PLBN Entikong. Kalau berangkat kita kenal orang yang ditumpangkan, tapi kalau pulang sekolah kan dia sendiri, dicarikan tumpangan sama om-om (petugas imigrasi dan polisi),” ungkap Darsono. 

Apabila hingga pukul 02.00 waktu setempat Saka belum tiba di rumah, maka sang ayah akan menyusulnya ke PLBN Entikong. “Saya khawatir kalau sampai jam segitu dia belum pulang ke rumah, saya cari dan susul sampai ketemu. Karena biasanya pukul 01.30  Saka sudah tiba di rumah,” ungkap Darsono.



Opini dan Saran Pribadi :

Opini  : Menurut saya, perbuatan dan perjuangan Nursaka sangat mulia, karena saka setelah pulang sekolah langsung membantu pekerjaan ayahnya yang mengumpulkan kaleng-kaleng bekas untuk dijual ke pengepul. Selain itu, saka juga meringankan perkerjaan ayahnya dengan membantu ayahnya di kebun belakang rumahnya. Yang patut diapresiasikan juga adalah Saka pulang pergi untuk bersekolah dengan melintasi perbatasan Indonesia-Malaysia.


Saran : Saran dari saya adalah agar Nursaka memfokuskan ke pendidikannya, karena dengan fokus ke pendidikan, Saka bisa mengejar cita-citanya dan dapat mengubah masa depan keluarganya menjadi lebih baik dari yang sekarang.



Sumber :

Penulis : Kontributor Pontianak, Yohanes Kurnia Irawan
Editor : Caroline Damanik


Kompas.com - 15/09/2018, 13:14 WIB



=== SELESAI ===

Tidak ada komentar:

Posting Komentar